Cerita Seks Dewasa, Nikmatnya Tubuh Istri Temanku
Cerita Seks Dewasa,
Nikmatnya Tubuh Istri Temanku
Aku
sebenarnya tidak tega menagih utang pada kawanku yang satu ini. Namun, karena
keadaanku juga sangat mendesak, aku memberanikan diri dengan harapan temanku
bisa membayar; minimal separuhnya dulu. Sayang sekali, Rega, kawanku yang baru
menikah enam bulan yang lalu ini, tak bisa membayar barang sedikit pun. Memang
aku mengerti keadaannya. Ia menikah pun karena desakan orang tua Linda, yang
kini jadi istrinya. Rega sendiri, sampai saat ini belum punya pekerjaan.Karena
hari sudah larut, aku tahu diri, segera permisi pada Rega.
"Gua
jadi enggak enak nih.."
"Sudahlah Ta. Gua gak apa-apa koq. Gua cuma nyoba aja, barangkali ada," aku menukasnya, takut membuatnya jadi beban pikiran.
"Ma, gua mau bisikin sesuatu..' tiba-tiba Rega mendekatkan mulutnya ke arah telingaku. Dan aku benar-benar terkejut, ketika Rega menawarkan istrinya untuk kutiduri.
"Gila lu.. Sialan.." ucapku.
"Sstt.. Jangan berisik. Gua juga kan ingin balas budi sama elu. Soalnya eu udah banyak berbuat baik sama gua. Gak ada salahnya kan, kalau kita saling berbagi kesenangan.." begitulah ucap Rega dengan serius.Memang diam-diam sudah sejak lama aku selalu memperhatikan Linda. Bahkan aku pun memuji Rega, bisa mendapatkan gadis secantik Linda. Selain posturnya yang tinggi, Linda memiliki kulitnya yang putih dan mulus. Tubuhnya menggairahkan. Memang selalu terbungkus rapat, dengan baju yang longgar. Namun aku dapat membayangkan, betapa kenyalnya tubuh Linda.
"Sudahlah Ta. Gua gak apa-apa koq. Gua cuma nyoba aja, barangkali ada," aku menukasnya, takut membuatnya jadi beban pikiran.
"Ma, gua mau bisikin sesuatu..' tiba-tiba Rega mendekatkan mulutnya ke arah telingaku. Dan aku benar-benar terkejut, ketika Rega menawarkan istrinya untuk kutiduri.
"Gila lu.. Sialan.." ucapku.
"Sstt.. Jangan berisik. Gua juga kan ingin balas budi sama elu. Soalnya eu udah banyak berbuat baik sama gua. Gak ada salahnya kan, kalau kita saling berbagi kesenangan.." begitulah ucap Rega dengan serius.Memang diam-diam sudah sejak lama aku selalu memperhatikan Linda. Bahkan aku pun memuji Rega, bisa mendapatkan gadis secantik Linda. Selain posturnya yang tinggi, Linda memiliki kulitnya yang putih dan mulus. Tubuhnya menggairahkan. Memang selalu terbungkus rapat, dengan baju yang longgar. Namun aku dapat membayangkan, betapa kenyalnya tubuh Linda.
Baru melihat
wajah dan jemari tangannya pun, aku memang suka langsung berpantasi; membayangkan
Linda jika berada di hadapanku tanpa busana. Lalu Linda kugumuli dengan sesuka
hati. Namun untuk berbuat macam-macam, rasanya kubuang jauh-jauh. Karena aku
sangat tahu, Linda itu orang baik-baik, dan keturunan orang baik-baik pula.
Lihat saja penampilannya, yang selalu terbungkus sopan dan rapi.
"Lu serius, Ta? Bagaimana dengan Linda? Apa dia mau?" aku pun akhirnya mulai terbuka.
"Kita pasang strategi, donk! Kalau secara langsung, jelas istri gua kagak bakalan mau," jawabnya.
"Gimana caranya?" aku penasaran.
"Lu serius, Ta? Bagaimana dengan Linda? Apa dia mau?" aku pun akhirnya mulai terbuka.
"Kita pasang strategi, donk! Kalau secara langsung, jelas istri gua kagak bakalan mau," jawabnya.
"Gimana caranya?" aku penasaran.
Rega kembali
membisikan lagi rencana gilanya. Aku memang sangat menginginkan hal itu
terjadi. Sudah kubayangkan, betapa nikmatnya bersetubuh dengan perempuan aduhai
seperti Linda.
"Linda..! Linda..! Lindaa..!" Rega memanggil istrinya.
"Linda..! Linda..! Lindaa..!" Rega memanggil istrinya.
Dan tanpa
selang waktu lama, Linda ke luar dari dalam kamarnya dengan dandanan yang tetap
rapat.
"Ada apa, Bang?" tanya Linda.
"Tolong belikan rokok ke warung..!" kata Rega sambil merogoh uang ribuan ke dalam sakunya.
"Baik, Bang," Linda menerima uang itu, lalu ke luar.
"Ada apa, Bang?" tanya Linda.
"Tolong belikan rokok ke warung..!" kata Rega sambil merogoh uang ribuan ke dalam sakunya.
"Baik, Bang," Linda menerima uang itu, lalu ke luar.
Rega segera
menyuruhku masuk ke dalam kamarnya, seraya masuk ke kolong ranjang. Aku mau
saja, berbaring di tembok dingin, di bawah ranjang. Lalu Rega ke luar lagi.
Pintu kamar, tampak masih terbuka. Tidak lama kemudian, terdengar suara Linda
yang datang. Mereka bercakap-cakap di ruang tamu. Dan Rega mengatakan kalau aku
sudah pulang, karena ada ditelepon sama bos-ku. Linda kedengarannya tidak
banyak tanya. Dia tak terlalu mempedulikan kehadiranku. Hingga suara pintu yang
dikunci pun, bisa terdengar dengan jelas.
Kulihat dua
pasang kaki memasuki kamar. Pintu ditutup. Dikunci pula. Bahkan termasuk lampu
pun dimatikan, sehingga mataku tak melihat apa-apa lagi. Yang kudengar hanya
suara ranjang yang berderit dan suara kecupan bibir, entah siapa yang mengecup.
Lalu ada juga yang terdengar suara seleting celana, dan nafas Linda yang mulai
tak beraturan. Pluk, pluk, pluk.. Sepertinya pakaian mereka mulai dilemparkan
ke lantai, satu persatu.
"Emh.. Ah.. Uh.. Oh.." Jelas, itu suara milik Linda.
"Euh.. He.. Euh.." nah kalau itu, suara Rega.
"Emh.. Ah.. Uh.. Oh.." Jelas, itu suara milik Linda.
"Euh.. He.. Euh.." nah kalau itu, suara Rega.
Tampaknya
mereka sudah mulai bercumbu dengam hebatnya. Ranjang pun sampai
bergoyang-goyang begitu dahsyat.
"Emh.. Akh.. Ayo Bang.. Aduuh ss.." suara Linda membuat nafasku bergerak lebih kencang dari biasanya.
"Emh.. Akh.. Ayo Bang.. Aduuh ss.." suara Linda membuat nafasku bergerak lebih kencang dari biasanya.
Aku bisa
merasakan, Linda sedang ada dalam puncak nafsunya. Aku sudah tidak tahan
mendengar suara dengusan nafas kedua insan yang tengah memadu berahi ini.
Hingga aku mulai membuka celanaku, bajuku dan celana dalamku. Aku sudah
telanjang bulat. Lalu aku bergerak perlahan, ke luar dari tempat persembunyian,
kolong tempat tidur.
Meski
keadaan sangat gelap, namun aku masih bisa melihat dua tubuh yang bergumul.
Terutama tubuh Linda, yang putih mulus. Rega sudah memasukan penisnya, dan
sedang memompanya turun naik, diiringi desahan nafas yang tersengal-sengal.
Konvensional. Linda sepertinya lebih menikmati berada di posisi bawah, sambil
kedua tangannya memeluk erat tubuh Rega, dan kakinya menjepit pantat Rega. Aku
mulai tidak tahan.
Tiba-tiba Rega
semakin mempercepat pompaannya. Ranjang bergoyang lebih ganas lagi. Dan suara
erangan tertahan Linda semakin menjadi-jadi.
"Emh, emh, emh, emh.. Ah.. Oh.." Hanya itu yang keluar dari mulut Linda, karena mulutnya disumpal oleh mulut Rega. Dan akhirnya.
"Agh.. Agh..!" suara Rega mengakhiri pendakian itu.
"Emh, emh, emh, emh.. Ah.. Oh.." Hanya itu yang keluar dari mulut Linda, karena mulutnya disumpal oleh mulut Rega. Dan akhirnya.
"Agh.. Agh..!" suara Rega mengakhiri pendakian itu.
Namun
tampaknya Linda belum selesai. Terbukti, kakinya masih menyilang erat, mengunci
paha Rega, agar tak segera mencabut penisnya. Tetapi apa hendak dikata, Rega
sudah lemas. Ia tergolek dengan nafas yang lemah-lunglai.Kesempatan inilah,
saatnya aku harus masuk. Demikian yang direncanakan Rega tadi. Maka tanpa ragu
lagi, aku segera melompat ke atas ranjang. Meraih tubuh Linda dan langsung
menindihnya. Tentu saja Linda terpekik kaget.
"Siapa Kau..! Kurang ajar..! Pergi..! Ke luar..! jangan..! setaan..!" Linda berontak. Ia sangat marah tampaknya.
"Linda, aku punya hutang pada kawanku. Berilah ia sedikit kesempatan.." Rega yang menjawab, sambil mengelus rambutnya.
"Biadab..! Aku tidak mau..! Lepaskan..! *******..!" Linda mendorong tubuhku.
"Siapa Kau..! Kurang ajar..! Pergi..! Ke luar..! jangan..! setaan..!" Linda berontak. Ia sangat marah tampaknya.
"Linda, aku punya hutang pada kawanku. Berilah ia sedikit kesempatan.." Rega yang menjawab, sambil mengelus rambutnya.
"Biadab..! Aku tidak mau..! Lepaskan..! *******..!" Linda mendorong tubuhku.
Namun karena
nafsuku sudah memuncak, aku tak mungkin menyerah. Kutekan lebih keras tubuhnya,
sambil tanganku berusaha menuntun agar penisku segera masuk. Linda tetap
meronta. Linda berkali-kali meludahi mukaku. Tetapi aku diam-diam menikmatinya.
Bahkan ludahnya malah kusedot dari bibirnya, dan kutelan.
Meskipun
liang vagina Linda sudah licin, namun penisku tetap agak seret untuk segera
menembusnya. Linda terpekik, ketika aku menekan dan memaksakannya sekaligus.
Bles..! Akhirnya masuk juga. Kudiamkan beberapa saat, karena aku ingin mencumbu
dulu bibirnya. Linda tetap berontak, sampai akhirnya kehabisan tenaga. Akhirnya
ia hanya diam.
Kurasakan
ada air mata yang mengalr dari kedua kelopak matanya. Tetapi aku semakin
bernafsu. Kuremas-remas payu daranya yang ternyata memang cukup besar dan
begitu kenyal. Lalu aku mulai memompa penisku. Linda terpekik kembali. Kasihan
juga, aku melihatnya. Sehingga aku bergerak perlahan-lahan, sampai akhirnya
vagina Linda bisa beradaptasi dengan penisku. Linda tidak bereaksi. Ia diam
saja. Namun aku sangat menikmatinya.
Walaupun Linda
diam, tentunya jauh lebih nikmat dari pada melakukannya dengan patung. Aku
terus memompanya, sampai napasku mulai ngos-ngosan. Kucoba menyalurkan nafasku
ke arah telinga Linda. Dan hasilnya cukup bagus. Lama kelamaan, di sela isakan
tangisnya, diam-diam kurasakan vaginanya diangkat, seakan Linda ingin menerima
hunjaman penisku lebih dalam. Tentu saja aku semakin bersemangat. Kupompa lebih
cepat lagi. Tiba-tiba isakan tangisnya berhenti, diganti dengan nafasnya yang
kian memburu. Dan yang lebih mengagetkan lagi, kakinya tiba-tiba mengunci
pantatku. Aku tersenyum, sambil mencumbui telinganya.
"Kau menikmatinya, sayang?" bisikku.
"Diam..!" dia membentakku. Namun aku yakin, Linda hanya tidak mau mengakui kekalahan dirinya. Buktinya, ketika penisku kucabut, Linda menekan pantatku. Tangannya pun memeluk tubuhku, agar aku merapatkannya kembali.
"Kau menikmatinya, sayang?" bisikku.
"Diam..!" dia membentakku. Namun aku yakin, Linda hanya tidak mau mengakui kekalahan dirinya. Buktinya, ketika penisku kucabut, Linda menekan pantatku. Tangannya pun memeluk tubuhku, agar aku merapatkannya kembali.
Lalu ada
suara erangan dari bibirnya yang tertahan. Bersamaan erangan itu, kedua kakinya
semakin erat menekan pantatku. Dan vaginanya ditekan pula ke atas. Aku pun
sangat terangsang. Hingga detik-detik akhir pun akan segera tiba. Kupeluk erat
pula tubuh Linda. Kugenjot lebih cepat dan lebih keras. Sampai akhirnya tiba
pada genjotan yang terakhir. Aku tekan sangat kuat. Kugigit pelan lehernya.
"Agh.. Agh.. Agh.." Maniku keluar di dalam vaginanya. Begitupun Linda.
"Akh.. Akh.. Akh.. Ss.." begitulah yang keluar dari mulut Linda.
"Agh.. Agh.. Agh.." Maniku keluar di dalam vaginanya. Begitupun Linda.
"Akh.. Akh.. Akh.. Ss.." begitulah yang keluar dari mulut Linda.
Lalu
kemudian Linda mendorong tubuhku dan seakan menyesali dan tak mau lagi
bersentuhan denganku.
Comments
Post a Comment